ini adalah bagian dari kisah hidupku sendiri, mencoba mengangkat cerita dari beberapa penggal perjalanan hidupku dari mulai cerita cinta, kebahagiaan, kesakitan, sampai kepada titik perbatasan perpisahan. mencoba merangkai imaji-imaji dalam ilustrasiku dan mencoba menggabungkan hal abstrak dengan hal yang konkret. semoga cerita ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca,setidaknya bisa dijadikan motivasi untuk kalian semua yang membaca blog ini.
Sabtu, 14 Agustus 2010
Arji mencari Surga
ini adalah malam ke 4 dimana Arji harus bisa melanjutkan hidup tanpa ayahnya. Arji yang duduk termenung pada bangku kayu di teras depan rumahnya menatap lekat langit-langit yang terlihat muram, malam yang dingin menusuk halus kulitnya, keheningan malam membuat Arji teringat pada masa-masa dimana ayahnya yang sering sekali bercerita tentang "Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu". walaupun sudah dijelaskan berkali-kali dia masih juga tidak mengerti maksud dari pepatah tersebut. malam yang semakin dingin, angin yang tak kunjung jenuh menghembuskan pusaran-pusarannya udaranya. taburan cerres dengan cita rasa vanila dan kue putri salju berwarna kuning yang bertaburan rapi pada tampah yang begitu besar ikut serta menghiasi malam ini, berharap Arji bisa tersenyum menatap dunia yang indah ini.
"mulai besok pagi aku harus mencari surga" teriak Arji dalam hati, seolah sedang berbicara sementara siluetnya masih terdiam. seperti seorang yang baru saja tersadar dari mimpi buruk, dengan gaya reflek Arji pergi masuk kedalam rumahnya.
di pagi yang cerah ini, embun pagi yang mulai membasahi dedaunan, serta matahari yang tak ingin ketinggalan absen dari dunia kecil ini. namun semuanya tidak secerah hati Arji yang seperti seorang yang linglung karena kehilangan jejak.
"aku harus mencari surga kemana?? sementara aku tidak tahu dimana ibuku berada sekarang ini" lagi-lagi gemuruh suara hati Arji mulai meraung seperti halnya seorang anak kucing yang meraung-raung meminta susu pada ibunya. dengan siluetnya yang masih terdiam.
tok.. tok.. tok..
(tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu)
"assalamualaikum ji" tak lama terdengar salam dari luar, suara yang bukan asing lagi. Bu Sarmin, seorang wanita setengah baya beranak 3. dia adalah tetangga sebelahnya Arji. semenjak ayah Arji meninggal dunia Ibu Samin selalu datang berkunjung kerumah Arji hanya sekedar untuk memberi makanan untuk Arji.
"iya waalaikumsalam Bu" cepat-cepat Arji membukakan pintu.
"ji, ini sarapan pagi untukmu, kebetulan Ibu buat onde-onde ini makan yah!!". sambil meletakkan sepiring onde-onde dimeja, Bu Samin seperti terperangah melihat Arji yang tidak biasanya sudah berpakaian rapi.
"ooh iyaa bu, terima kasih yah bu."
"lah ji, mau kemana kamu?? pagi-pagi begini sudah rapi??, hendak kesekolahkah??" tanya Ibu Samin penasaran.
"oiyah bu, aku hendak ke rumah pakdeku, aku titip rumah yah bu." serempet Arji sambil merapihkan baju-bajunya kedalam tas.
"tumben sekali kamu mau ketempat pakdemu, ada apa toh ji??"
"aku ingin mencari surga bu" jawab Arji singkat.
"mencari surga??" jawab Ibu Samin dengan nada bingung
"iyah bu, ayahku sekarang sudah tidak ada. aku harus mencari ibuku. karena itu aku harus pergi mencari surgaku bu."
"wweeaalah nak.. nak... kok Ibu tambah bingung. yoo opo iki. yoo wess lah sa;karepu dewe, tapi yoo hati-hati yoo !!"
"iya bu, aku pergi dulu yah bu"
"iiyoo, oiyah ji. iki Ibu ada uang sedikit untuk peganganmu dijalan yoo"
"ya ampun bu terima kasih banyak yah bu, maaf loh bu aku jadi ngerepotin ibu" jawab Arji setengah sungkan.
"iyoo ora opo-opo ji, Ibu sudah menganggapmu seperti anakku sendiri. yoo wees hati-hati yoo ji". jawab Ibu Samin setengah tidak tega membiarkan Arji pergi.
sembari menggemblok tas ransel yang terlihat gendut dengan beberapa tas jinjing Arji bergegas keluar rumah dengan Ibu Samin lalu mengkunci pintu rumahnya.
sepanjang perjalanan Arji terus memikirkan dan terus berdoa agar Pakdenya mengetahui keberadaan ibunya. rumah Pakde Arji tidak jauh dari rumanya hanya melewati beberapa dusun kecil, kira-kira dua jam perjalanan yang harus ditempuh untuk sampai kerumah Pakde Sukerja. Pakde Sukerja adalah kakak dari Ibu Arji.
awan-awan hitam yang menggumpal disertai sinar matahai yang terlihat malu-malu meneangi dusun kecil ini serta hembusan angin yang bergerumuh hilir kemari menemani perjalanan Arji mencari surganya.
sesampainya Arji dirumah Pakde Sukerja, seluruh keluarga sempat dibuat terperangah oleh kedatangan Arji yang tiba-tiba. apa lagi setelah mendengarkan alasan Arji datang kerumah mereka. mencari surga, iyah itu adalah alasan Arji datang kerumah pakde Sukerja, dia ingin sekali betemu Ibunya. dia tidak ingin kehilangan surganya. Pakde Sukerja sempat bingung, entah harus berkata apa, sebab Arji tetap besih kukuh ingin sekali bertemu dengan Ibu kandungnya.
Pakde Sukerja mencoba menjelaskan dari awal, di awal dimana Ibu Arji memutuskan kerumahnya pada peristiwa malam itu, peristiwa empat tahun yang lalu ketika malam pertemgkaran bersama ayah Arji dan terpaksa Ibu Arji meninggalkan mereka. saat itu juga Ibu Arji memutuskan untuk pindah ke Jakarta, mencoba memulai berusaha kecil-kecilan di Jakarta. awalnya Pakde Sukerja memang mengetahui dimana Ibu Arji tinggal, tapi terdengar kabar terakhir Ibu Arji pindah rumah, entah dimana Pakde Sukerja tidak mengetahui lagi keberadaan Ibu Arji. namun itu semua sepertinya tidak membuat Arji menyerah untuk menemukan surganya, menemukan Ibunya kembali.
cuaca hari ini tidak secerah hati Arji, kemelut-kemelut di dada yang membuatnya terus bersih kukuh untuk menemukan Ibunya. malam ini memang terlihat kurang bersahabat, petir yang menggelegar membuat Arji terkaget dan memutuskan untuk cepat masuk kedalam rumah, dan lekas untuk pergi tidur mempersiapkan stamina yang kuat untuk besok pagi, karena besok pagi akan menadi hari pertama Arji mencari surganya.
"pakde, bude. aku pamit dulu yah. aku akan mencari Ibu ke Jakarta. pakde jangan khawatir aku pasti akan kembali lagi untuk membawa Ibu pulang." pamit Arji
"ji, kamu yakin mau ke Jakarta??. sebaiknya jangan lah ji. Jakarta itu adalah kota besar. dan berbahaya untuk anak seusia kamu. lagi pula alamat yang pakde punya belum tentu benar, Ibumu itu sering berpindah-pindah. pakde cuma takut nanti kalau ternyata alamat yang pakde kasih itu salah. yo opo ji." pakde Sukerja berusaha membujuk Arji, berharap Arji cepat mengurungkan niatnya untuk tetap pergi ke Jakarta.
"gak pakde, aku harus mencari surgaku. pakde tenang aja aku pasti bsa menemukan ibuku." tegas Arji.
"yoo wesslah kalau kamu tetep ngotot. tapi pakde gak bisa nganter kamu. sopo sing ngurus sawah pakde nanti"
"iyoo ora opo-opo pakde" jawab Arji tegas.
dengan keyakinan kuat untuk mencari surganya Arji melangkah menuju Jakarta, tempat dimana Ibunya berada. Saat itu Arji hanya bermodalkan nekat pergi ke Jakarta, entah Ibunya masih tinggal dialamat yang sama seperti yang diberikan oleh Pakde Sukerja atau tidak. cuaca hari ini cukup mendukung, cerah dan tidak sedikitpun terlihat awan-awan hitam menghias angkasa. tidak terasa sudah setengah perjalanan. Arji yang hanya duduk terdiam, tidak sedikitpun dia pejamkan matanya menatap lekat kaca jendela bus seperti halnya ingin mengabadikan moment-moment perjalanannya. sesekali dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal, decak lidah terkadang terdengar seperti seolah bergerumuh sendirian. namun masih dalam siluet duduk terdiam.
tidak terasa setelah beberapa jam perjalanan di tempuh akhirnya sampai pada tempat tujuan. Terminal Kampung Rambutan dimana menjadi terminal akhir perjalanan Arji, Arji yang dengan keyakinan yang kuat turun dari Bus, mencoba bertanya pada orang-orang disekitar untuk menanyakan alamat yang telah diberikan oleh pakde Sukerja.
"permisi pak, apakah bapak tau alamat ini??" Arji mencoba menanyakan kepada seorang bapak-bapak penjual es doger di pinggir terminal.
"oohh, ade harus naik angkot lagi dari sini, nih nanti ade naek angkot jurusan depok. nah bilang aja sama abang angkotnya turun di margonda" jawab si penjual es doger.
"ohh iyah terima kasih yah pak"
":iya sama-sama dek"
dengan langkah lugas Arji mulai mengamati setiap bus yang berhilir mudik, tiba-tiba terdengar sang kenek berkata,
"aayoo depok, depok, depok......"
"pak depok yah??"
"iya dek,"
tanpa banyak berkomentar Arji langsung menaiki bus tersebut. mencoba mencari tempat duduk yang sekiranya kosong, namun Arji lebih memilih duduk disebelah pak supir, dengan alasan takut kelewatan.
para pedangang berlomba-lomba untuk menjajakan dagangannya. namun tidak sedikitpun Arji tergiur, yang hanya dipirannya saat ini adalah bisa bertemu dengan ibunya kembali.
tanpa bermalu-malu lagi Arji mencoba bertanya kepada bapak kondektur dengan memberikan secaik kertas berisikan alamat yang diberikan oleh Pakdenya.
"ooh ini mah nanti adek turunnya di deket stasiun lenteng agung dek, nanti saya kasih tahu kalau udah mau deket stasiun yah dek" jawab pak kondektur
"ohh iya terima kasih pak"
sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Arji melengok kesana kemari memperhatikan setiap perjalanan. waspada takut-takut kelewatan. tidak lama kemudian pak kondektur memberitahukan kepada Arji aga dia bersiap-siap untuk turun sebab sebentar lagi akan sampai. dengan langkah sigap Arji turun dari bus yang dia tumpangi, mencoba menelusuri jalan terlihat ramai dengan kendaraan berhilir mudik. langkah kaki Arji tetuju pada sebuah warung rokok, ini bukan kali pertama Arji bertanya mencoba memberkan secarik kertas kepada pemilik warung. berharap pemilik warung mengetahui alamat yang dimaksud Arji.
"ooh ini mah gak jauh dari sini dek, kamu tinggal jalan aja lurus, terus nanti ada masjid Baitul Karim adek belok kiri. terus aja disitu tinggal tanya kontrakannya Pak Junaedi, pasti orang-orang situ tau kok dek"
"ooh iyah, terima kasih yah pak"
selangkah demi selangkah Arji lalui dengan semangat, dengan tasnya yang terlihat gendut. hingga akhirnya dia temukan masjid yang dimaksud bapak pemilik warung tersebut, tanpa berbasa-basi Arji bertanya kepada salah seorang disana,
"permisi pak, kalau rumah kontrakan bapak Junaedi dimana yah pak??"
"iyahh disini. saya sendiri orangnya"
"ooh, bapak, bapak Junaedi??, kebetulan kalau gitu pak"
"ada apa yah dek, sepertinya datang dari jauh?"
"iyah pak, perkenalkan saya Arji anaknya ibu Suyani yang mengontrak dirumah bapak."
"ibu Suryani??, oooaalah dek, belum lama ini Ibu Suryani sudah tidak tinggal disini lagi dek"
"lantas tinggal dimana pak??"
"waduh dek, saya juga kurang tahu."
"... "
Arji begumam dalam hati " ya Allah haus kemana lagi aku mencari Ibu".
"tunggu dek, saya kurang tahu yah Ibu Suryani pindah dimana, tapi yang saya tahu dia suka dagang di erminal dek. dagang nasi kucing gitu dek. coba saja kamu kesana"
"ohyah pak?? dimana pak?? dimana diterminal mana??"
"di terminal depok sini dek, tidak jauh kok kamu cuma naik angkot kecil saja dari sini"
"tapi disebelah mananya ya pa?"
"kalau tidak salah itu tidak jauh dari pintu masuk terminal dek"
"oh yasudah kalau begitu, terima kasih yah pak"
" iya sama-sama"
dengan langkah cepat Arji melangkah, tidak ada sedikitpun dibenaknya untuk berhenti mencari surganya, mencar ibunya. cuaca yang mulai terlihat mendung, disertai angin yang begitu kencang tak mengurungkan niat Arji untuk terus melangkah.
tibalah dia di sebuah terminal yang cukup besar, dia susuri jalan dengan penuh keyakinan. tatapan matanya yang tidak sedkitpun absen dari rumah makan kecil yang berjejeran di pinggir terminal. satu persatu dia perhatikan dengan seksama, namun tidak satu pun dia temukan rumah makan bertuliskan nasi kucing.
entah perasaan apa yang bergelumut dihati Arji, terus berharap dia menemukan umah makan itu. hingga hujan pun turus dengan sangat deras, petir yang menggelegar serta kilat yang tak kuasa seperti seolah memotret dirinya.
"ya Allah kemana lagi aku harus mencari ibuku, aku rindu padanya ya Allah. temukan aku dengan Ibuku dengan surgaku ya Allah". gumam Arji dalam hati.
tiba-tiba ada seorang ibu-ibu berbaju kaos oblong dengan berwarna coklat dancelana panjang hitam tidak terlalu ketat mendorong gerobak yang tidak terlalu besar, menghampiri Arji yang duduk tergeletak di pinggir jalan seperti halnya orang frustasi yang kalah lotre.
"dek, kenapa duduk di pinggir jalan seperti itu.?? hujan deras disini dek"
Arji tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap lekat ibu-ibu itu seolah mencoba mengingat kembali, menelusuri setiap bayangan masa lalunya. mencoba memastikan kembali apakah betul orang yang dia maksud adalah ibunya. dan dia lihat ibu-ibu itu enbawa gerobak bertuliskan NASI KUCING. namun dia masih ragu dia coba memastikan kembali dugaan-dugaannya.
"Ibu, apakah ibu Suryani??"
"iyah saya Ibu Suyani"
"Ibu, Ibu ... Ibu ................... ini Arji bu anak ibu. ya Allah terima kasih ya Allah engkau telah menemukanku kembali dengan Ibuku"
dengan spontan Arji memeluk Ibunya, mencoba merasakan betul pelukan Ibunya, mencoba mengingat kembali pelukan dari Ibunya diwaktu 4 tahun yang lalu. sementari Ibu Suryani yang tidak bisa bekata apa-apa dia pun masih terlihat bingung dan tidak percaya bahwa yang dipelukannya saat ini adala anaknya. anaknya yang sudah empat tahun dia tinggalkan.
"ya Allah Arji, ini Arji?? ya ampun nak, kenapa kamu bisa sampai disini nak??"
"Ibu, pulang bu. Arji sekarnag sudah tidak punya siapa-siapa lagi bu, ayah udah meninggal bu. kenapa ibu tidak datang ketika pemakaman ayah bu??"
"Ayah meninggal?? innalillahi wainnaillaihi rojiun. ya Allah mas beno, maafkan aku mas"
"Ibu, pulang bu !!!, jangan tinggalin Arji lagi bu"
"iiya nak, iyaa . Ibu tidak akan membuat kesalahan yang sama. maafkan ibu nak. maafkan ibu"
tidak henti-hentinya Ibu Suryani menciumi anaknya, memeluk dengan hangat anaknya. air mata yang bercucuran tidak bosan-bosanya bergelimang.
"Ibu, ayoo bu pulang. aku gak mau kehilangan surgaku bu."
"surga??, maksutmu nak??"
"iya setelah Ibu meninggalkan aku dan Ayah, Ayah sering sekali menceritakan bahwa surga itu dibawah telapak kai Ibu. jadi aku kesini karena aku mau membawa kembali surgaku yang ada di bawah telapak kaki ibu"
dengan nada polos Arji melantunkan alasan-alasannya hingga nekat sampai disini. ibunya hanya tertawa kecil, dan dipeluknya kembali Arji, anaknya yang sudah empat tahun dia terlantarkan. dan berkata
"iya sayang, kita akan pulang"
hari ini akan mejadi hari bersejarah untuk seorang Arji, bocah berusia delapan tahun yang memiliki keinginan yang kuat, serta ambisi dan tekad untuk mencari surganya yaitu sang Ibundanya.
Rabu, 11 Agustus 2010
aku-lah saksi bisumu
aku iri dengan pijama favoritmu yang selalu kamu kenakan, aku ingin merasakan kehangatan tubuhmu. aku merasa sangat damai ketika mulai melihat dirimu yang terlelap, kamu tahu aku mulai jatuh cinta padamu saat kamu memutuskan untuk merawatku, menyimpan rapi diriku pada sebuah kaleng bekas dan menata rapi diriku bersampingan dengan benda-benda kayu bertubuh langsing dan beruncing pada bagian ujungnya. aku tahu kamu sangat mencintai majikanku seseorang yang lebih dulu miliki aku, aku pun tahu kamu sangat menyukai diriku. bahkan setiap detik, setiap menit bahkan pada hitungan sekon kamu sering menyantapku. merasakan betul tubuhku yang sangat manis, terkadang kamu menggigiti kakiku sampai terbelah hanya untuk meraih sisa-sisa tubuhku yang masih tersisa pada selubung-selubung kakiku. sampai-sampai bibir mungilmu menjadi merah merekah akibat tubuhku yang menyimpan banyak pewarna.
tapi sekarang mengapa kamu tak lagi menyukaiku??, apa salahku hingga kamu tak ingin lagi menyantapku. aku tau kamu ingin mengabadikan semua yang pernah diberikan oleh majikanku padamu. aku tau kamu ingin menyimpan rapi semua kenangan itu. termasuk aku, aku yang sudah dipindah tangani oleh majikanku.
sejak malam itu, aku tau hatimu sakit, hatimu teriris. aku pun tau bukan itu yang kamu mau, dan bukan juga kemauan majikanku. aku sangat mengerti apa yang kamu rasakan saat itu. kamu yang mulai mencintainya, kamu yang mulai bergantung padanya, dan kamu yang mulai mengharapkan dia selalu didekatmu. sama halnya seperti majikanku, dia pun begitu. kamu harus percaya padaku, dia juga sangat mencintaimu bahkan sudah sangat lama dia memendam semua perasaanya padamu. aku lah saksi bisunya. aku tau ini tidak adil, namun takdir berkata lain. kalian memanglah harus berpisah, aku tau ini memang terlalu cepat bahkan sangat terlalu cepat. namun takdir sudah menggariskan semuanya seperti ini. tapi percayalah padaku, dia mencintaimu.
seandainya aku bisa berbicara, aku siap menjadi pendengar setiamu, aku ingin menyandarkan kepalamu di dadaku. membiarkan luapan tangisan itu meledak-ledak, sampai kamu benar-benar lelah. dan tidak akan ada lagi tangisan yang keluar dari kedua bola matamu yang mungil itu.
aku mohon padamu jangan lagi kamu sesalkan semuanya, jangan lagi kamu menyalahkan terus-menerus dirimu yang sesungguhnya tidak bersalah. semuanya terjadi secara tidak sengaja, semuanya semata-mata hanyalah kecelakaan belaka. kecelakaan yang tidak bisa lagi dihindari, karena garis takdir yang sudah tidak dapat lagi dirubah. kamu harus mengikhlaskan semuanya, jangan kamu terus menghukum dirimu sendiri. membiarkan hidupmu seperti kehilangan arah, dan hilang jiwa. please jangan kamu seperti ini terus. aku yakin di surga sana dia pasti sedih melihatmu seperti ini, bukan ini yang dia inginkan, dia ingin kamu tetap melanjutkan hidupmu kembali walupun dia tidak lagi disisimu.
aku yang masih bertengger di dalam tabung yang terbuat dari bahan baku kaleng. dan masih ingin terus berharap agar dirimu kelak bisa mengikhlaskan majikanku pergi membawa semua kenangan manis itu.
aku lebih memilih kamu membuangku kedalam tong sampah besar yang berisikan kotoran-kotoran dan sampah-sampah organik dan anorganik yang nantinya akan dibuang pada tempat sampah pembuangan akhir. buanglah aku dan musnahkanlah diriku karena aku tak ingin kehadiranku malah membuatmu terus menyalahi dirimu sendiri. aku tau aku adalah kenangan manismu bersama dengan majikanku aku tau aku lah saksi bisu kaliah berdua, aku yang selalu kalian bawa kemana pun kalian pergi dan aku yang tidak pernah bosan kalian santap setiap hari.
aku permen lolipopmu, permen kesukaanmu, permen kesukaan kalian berdua. permen yang menjadi permen terakhir yang tidak akan lagi kamu santap hanya karena alasan kamu yang tidak ingin membuang kenangan itu, dan aku permen yang menjadi saksi bisu cinta kalian yang harus berhenti sampai disini. di persimpangan jalan saat truk tronton mengibas hebat tubuh majikanku saat berusaha menyelamatkan diriku yang berserakan yang tidak sengaja sempat kamu jatuhkan ditengah jalan.
aku ingin di malam ini, akan menjadi malam-malam terakhir kamu menyiksa dirimu. membiarkan jiwamu sepeti mati padahal jasadmu masih kokoh berdiri sempurna. berhenti menyalahkan dirimu, semua terjadi karena kecelakaan semata.
takdir yang sudah menggariskan semuanya seperti ini. kalian memanglah harus berpisah, menyudahi kisah ini sampai disini. tapi percayalah padaku majikanku sangat mencintaimu, dia ingin kamu tetap melanjutkan hidupmu kembali. walaupun jasadnya yang utuh tidak bisa menemanimu lagi, namun dia akan selalu tumbuh dIhatimu. SELAMANYA.
diamku berkata-kata
aku rasa diam beberapa menit membuat semua keadaan kembali menjadi baik-baik saja. aku tau mereka mengharap aku berbicara, dan aku rasa mereka menyadari bahwa diamku berkata-kata. di ruang 4 kali 6 meter aku menghabiskan waktuku untuk sejenak DIAM, memikirkan sesuatu yang ABSTRAK. diamku menginfeksi udara di sekitarku, diamku membuat dunia sungkan untuk mengeluarkan suara, diamku membuat malam ini terlihat muram. coklat cerres yang biasa bertaburan di langit yang terlihat muram sepertinya enggan untuk menampakkan diri.
kesedihan membuatku ingin sekali merengkuh ibuku, tapi aku tak bisa. aku ingin DIAM sejenak, dan menyendiri. sudah berapa banyak kesalahan yang aku lakukan. balkon adalah tempat andalanku bersandar, menatap lekat langit-langit yang muram. terkadang terdengar decak lidah, hembusan nafas panjang, gumpalan ludah yang tertelan, dan yang terakhir isak pelan. tapi siluetku masih terdiam.
aku mencoba menarik kedua tanganku hingga merengkuh kedua lututku, membiarkan kepalaku merunduk, gemetar badanku mulai terasa, keringat mengucur deras, lagi lagi dan lagi isak tangis itu menderu hebat.
ini bukan kali pertama aku seperti ini, meringkuk dan bersandar nyaman di balkon (tempat andalanku), padahal tidak. sementara dunia disekeliling sangat menanti diriku pulang kembali ke kehidupan normalku, sudah cukup rasanya aku menjalani kehidupan ini seorang diri, seolah tidak membutuhkan mereka orang-orang terdekatku, padahal bukan itu yang aku mau. aku ingin kembali hidup NORMAL.
ingin rasanya kususutkan tangis ini, ku bungkus rapat-rapat dengan kertas coklat lalu kularutkan di aliran sungai. berharap tidak ada lagi tangis yang setiap malam menderu hebat.
mencoba kembali menatap dunia yang sudah lama merindukan keceriaanku. kecerian yang sudah hampir sebulan di sandra oleh DIAM ku yang sesungguhnya berkata-kata. aku harap ini kali terakhir aku membiarkan kesedihan itu berlarut dan bersangkar di jasadku. tak akan ku biarkan lagi DIAM ku mengunci rapat sekantung keceriaan yang aku punya.
welcome to the world ‘diTTa
Kamis, 05 Agustus 2010
AKU dan DIA
kebimbangan dan kegelisahan mengitari seluruh organ dalam otakku saat aku dihadapkan kepada dua pilihan, dimana aku harus bisa memilih diantara keduanya. aku menyayangi keduanya, tapi aku harus bisa memilih salah satu diantaranya. aku kesulitan ketika dihadapkan pada dua pilihan.
aku memang lebih dulu mengenalnya, aku sudah mengenal pribadinya sejak lama. aku akui aku menyayanginya, entah kenapa aku menjadi ragu padanya. aku bingung tentang rasa yang aku rasa semenjak 2 tahun terakhir ini aku menyayanginya karena memang aku menyayanginya atau kerena aku yang sudah mulai bergantung dan mulai terbiasa padanya.
satu bulan terakhir aku mulai merasa jenuh, kejenuhan yang sempat membuatku lupa akan semua kenangan terindah yang pernah kita lalui bersama. hingga suatu ketika aku mulai mengenal DIA. dia warna baru dalam hidupku, dia yang membebaskan aku dari kejenuhanku, dia yang banyak mengajari aku tentang mencinta dan dicinta, dan dia yang selalu mengingatkan aku dengan statementnya “hari kemarin adalah SEJARAH, hari esok adalah misteri dan hari ini yang harus kita jalani”. setangkup kalimat itu tak akan pernah hilang dari ingatanku.
secangkir chocochino panas yang menemani aku dikala malam-malam pembunuh itu menyergapku, menghantui pikiranku kembali, menghipnotis alam bawah sadarku. ini sudah gelas ke lima aku menyeruputnya dengan hangat. ku kembangkan cuping hidungku lalu ku hirup dalam-dalam aromanya yang eksotis. ku putar kembali sendok kecil didalamnya hingga buih-buih itu muncul semakin banyak, dan pusaran didalamnya semakin terbentuk. aku terasa hampir masuk dalam pusaran itu. terjerat kembali pada ingatan-ingatan dan penyesalan atas diriku yang sempat terpikir untuk mengelabuhi keduanya. kedua lelaki yang membuatku tersiksa karena harus dihadapkan pada dua pilihan. dua pilihan yang harus aku pilih satu diantaranya.
ini adalah malam ke empat dimana aku yang masih bimbang pada diriku yang hilang arah, bimbang dan masih belum juga tau mana yang harus ku pilih. tapi aku memang harus memilih, aku tidak boleh memiliki keduanya.
dia yang lebih dulu ku kenal dua tahun terakhir ini.
DIA baik, dia memang tidak romantis juga cuek. tapi kecuekan dia selama ini yang membuatku tertantang.
tapi ada satu sifatnya yang membuatku tidak kuat menahan.
DIA kasar, tidak bisa sedikit pun bersikap lembut padaku. aku merasa tidak pernah merasakan kasih sayang itu.
dia warna baruku
DIA pun baik, dewasa dalam berpikir, membawa selalu ketenangan yang membuatku enggan menjauh darinya dan selalu ingin dekat dengannya. dia mempunyai segalanya yang tidak dimiliki DIA yang lebih dulu ku kenal.
satu sifat yang membuatku tidak tahan, sepertinya hampir tidak ada. hanya saja dia tidak pernah bisa terbuka padaku. dan sampai saat ini pun aku masih bertanya-tanya soal rahasia yang dia tutupi rapat tanpa celah sedikit pun.
butuh penimbangan yang kuat, hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk memilih DIA warna baru dalam hidupku. aku pun sadar ini memang terlalu cepat, terlalu cepat aku memutuskan untuk memilih DIA yang baru saja ku kenal. aku pun bingung mengapa aku begitu antusias memilih dia.
aku yakin betul DIA-lah yang terbaik untukku.
satu bulan berlalu, namun tiba-tiba keyakinan itu pudar seketika. keraguan mulai bermunculan. DIA yang tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat, dia bukan dia yang aku kenal dulu. dia seperti menjadi orang asing dalam hidupku.
keyakinan yang aku yakini seratus persen kini menjadi gumpalan-gumpalan keraguan yang membuat semua sistem saraf otakku tidak bekerja sempurna. entah rahasia apa yang dia tutupi.
dua minggu aku tidak mendapat sedikit kabar darinya. aku yang bingung harus mencari dia kemana, aku bingung memikirkan apa salahku hinga dia seperti ini.
aku menunggu dia mengklarifikasi semuanya. aku yang rela menunggu sebuah kepastian yang akan dijatuhkan padaku. aku yang rela membiarkan malam-malam kesakitan menyergapku.
ini adalah malam ke tujuh aku melewatinya dengan ditemani bulir-bulir kristal yang hampir setiap malam jatuh pada pelupuk mataku.
tiba-tiba ponselku bergetar, entah dimana aku meletakkannya. aku mencari kesana kemari, seolah beharap DIA yang mengirim pesan lalu berkata
“sayang kamu apa kabar, maaf aku gak ngabarin kamu. karena aku sibuk. aku sayang kamu”
ku buka perlahan berharap dia yang mengirim message. well begitu takjub aku yang pelahan mengeja isi pesan itu berharap ada satu kekeliruan didalamnya. namun memang tidak ada sedikit pun kekeliruan dalam isi pesan itu.
lagi-lagi bulir kristal yang terlihat seperti bentuk nol besar tiba-tiba mengalir deras. sangatlah deras. isi pesan yang aku harapkan berubah menjadi kesakitan yang aku rasakan.
“maaf sebaiknya kita sudahi hubungan ini, karena aku tdak ingin menyakiti hatimu lebih dalam”.
tuhan …. mengapa jalan ini yang engkau pilihkan untukku??. aku yang masih duduk terdiam menatap lekat langit-langit yang sepertinya tidak ada sedikit pun bintang-bintang bertaburan.
yahh inilah perpisahan paling sepi yang aku rasakan, tidak ada kata pencegahan untuk menyudahi semua ini, tidak ada kata peluk terakhir ataupun cium terakhir. semuanya berlalu begitu saja.
tapi inilah pilihan yang dia mau, aku tidak bisa mencegahnya aku tidak bisa memaksakan keadaan ini. walau alasan yang diberikan tidak cukup menjelaskan padaku, alasan yang tidak rasional.
mungkin ini adalah jalan terbaik untuk semuanya.
untuk AKU dan DIA .
ini adalah pelajaran yang paling berharga dalam hidupku, aku harus bisa lebih berhati-hati lagi. agar tidak akan ada lagi penyesalan. dan KESAKITAN.